Pengertian Filariasis
Di Indonesia, filariasis dikenal umum sebagai penyakit kaki
gajah. Menurut Liliana Kurniawan, seorang peneliti penyakit menular dari
Departemen Kesehatan RI, filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi cacing mikrofilaria, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori. Filariasis ditularkan melalui vektor nyamuk anopheles, culex, mansonia,
aedes, dan anmigeres.[1] Karena penyakit ini disebarkan oleh nyamuk, maka
penyebaran penyakit ini pun menjadi sangat cepat. Menurut Hoedojo, seorang
pakar parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dampak dari
penyakit ini tidak dapat dideteksi secara langsung karena gejala yang
ditimbulkan bertahap dan menahun.[2] Proses penyebarannya yang sangat cepat dan
lamanya proses penyembuhan, membuat penyakit ini tergolong penyakit berbahaya.
Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika
tengah dan selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit.[3] Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
filariasis ditemukan di berbagai daerah dataran rendah yang berawa dengan
hutan-hutan belukar yang umumnya didapat di pedesaan di luar Jawa-Bali. Selain di pedesaan, filariasis
juga ditemukan di perkotaan.[4] Filariasis yang menyerang daerah perkotaan
yaitu filariasis brancofti dan ditularkan melalui vektor nyamuk Culex
quinquefasciatus sedangkan di daerah pedesaan filariasis ditularkan oleh
Anopheles spp., Aedes spp., dan Mansonia spp. [5]
Berdasarkan teori dari beberapa pakar dapat disimpulkan
bahwa filariasis merupakan penyakit yang berbahaya karena penyebaran penyakit
ini sangat cepat dan gejala-gejala yang ditimbulkan sulit dideteksi. Penyakit
ini dapat menyerang semua lapisan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun
pedesaan.
Sejarah
ditemukannya filariasis
Sebuah pernyatan menarik tentang asal dan penyebaran
filariasis yang disebabkan oleh W.bancrofti telah diajukan oleh Laurence pada
tahum 1989. Pendapatnya itu berdasarkan pada fakta bahwa filariasis telah
ditemukan dan telah meluas di utara dan selatan Polynesia,sebuah area yang
pertama kali dieksplorasi pada abad 17 dan 18. Orang-orang dari Polynesia ini
dipercayai telah berada di Tonga-Samoa pada 2 millenium sebelum masehi,kemudian
mereka menyebar dari Tahiti dan Kepulauan Pasifik Timur. Mereka dalah pelaut
yang tangguh,diperkirakan mereka telah bermigrasi ke Pasifik dari Asia Tenggara
dengan membawa W.bancrofti dan W.kalimantani yang ditemukan pada kera daun.
Migrasi lain yang berasal dari area yang sama sebelum 500 masehi,kemungkinan
besar telah mendarat di Madagaskar dan benua Afrika dengan membawa W.bancrofti.
Ada beberapa bukti juga yang telah ditemukan yang membuktikan bahwa orang-orang
dari Polynesia ini menyebar dari Afrika tengah ke Semenanjung Arab pada abad 14
dan 15. Mereka juga diketahui telah menyebar ke dunia baru(Benua Amerika) pada
abad 17 dan 18 serta ke timur laut Australia pada abad 19.[6]
Sementara itu,filariasis yang disebabkan oleh cacing parasit
lain telah ditemukan sejak tahun 1770. Pada saat itu,seseorang bernama Mongin
menemukan Loa loa dari seorang wanita Negro di Santo Domingo, Hindia Barat[7].
Jenis Filariasis
Menurut Felix Partono dan Agnes Kurniawan, berdasarkan
tempat pembiakan cacing dewasanya, filariasis dapat dibagi menjadi 2
jenis,yaitu filariasis limfatik dan filariasis alimfatik. Filariasis limfatik
adalah filariasis di mana cacing dewasa penyebab penyakit itu berkembang biak
di sistem limfatik. Agen filariasis limfatik adalah Wucheria bancrofti,Brugia
malayi, dan Brugia timori[8] . Sedangkan menurut Markell,Voge dan John filariasis non limfatik adalah filariasis di
mana cacing dewasa penyebab penyakit itu berkembang biak tidak pada sistem
limfatik melainkan pada saluran darah,di bawah kulit atau bahkan di bola mata.
Agen filariasis alimfatik adalah Loa-loa, Mansonella ozzardi,Mansonella
streptocerca,dan Mansonella perstans[9]. Dari penjelasan di atas,dapat
disimpulkan bahwa filariasis dapat digolongkan menjadi 2 jenis,yaitu filariasis
limfatik dan filariasis non limfatik.
Penyebaran Wabah Filariasis
Vektor Penyebaran
Menurut Zuhasril, seorang dokter dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, berdasarkan
tempat pembiakan cacing dewasanya, vektor vilariasis dapat digolongkan
menjadi 2 jenis,yaitu:
- Vektor Filariasis Limfatik
Filariasis limfatik dapat menyebar melaui nyamuk yang termasuk dalam jenis Aedes,
Anopheles,Culex,Mansonia,Coquiletiddia, dan Armigeres. Beberapa spesies dari
Anopheles,Culex dan Aedes telah dilaporkan menjadi vektor filariasis bancrofti di perkotaan atau di
pedesaan. Vektor utama filariasis di daerah perkotaan adalah Culex
quinguefasciatus,sedangkan di pedesaan filariasis bancrofti dapat ditularkan
melalui Anopheles aconitus,Anophles bancrofti dan Anopheles farauti. Vektor
utama dari Filariasis malayi ialah Mansonia uniformis,Coquilettidia crassipes,
Anopheles barbirostris,dan Anopheles nigerrimus. Sedangkan vektor utama
filariasis timoris adalah Anopheles barbirostris.
- Vektor Filariasis Nonlimfatik
Vektor filariasis Alimfatik adalah lalat yang termasuk dalam
ordo Diptera dari kelas Insekta,yaitu genus
Simulium dan Chrysops. Dari genus Simulium terdapat lalat yang bernama
Simulium damnosum,lalat ini menyebabkan Onchocerca volvulus di Afrika.
Sedangkan lalat dari jenis Chrysops,seperti Chrysops centurionis,Chrysops
longicornis dan Chrysops distinctipennis dapat menyebarkan mikrofilaria Loa
loa.[10]
Jadi,vektor penyebaran penyakit filariasis itu terdiri dari
2 jenis,yaitu vektor filariasis limfatik dan filariasis non limfatik. Keduanya
memiliki vektor yang berbeda.
Agen Filariasis
Seperti yang telah disebutkan di atas,terdapat beberapa
jenis cacing filariae yang dapat menyebabakan filariasis. Cacing-cacing itu
antara lain :
- Wucheria bancrofti
Menurut Felix Partono,cacing ini tersebar luas di daerah
yang beriklim tropis di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Mempunyai ukuran
bervariasi, yang betina berukuran 65-100 mm × 0,1 mm dan yang jantan 40 mm ×
0.1 mm. Cacing betina dapat mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung dengan
ukuran 250 – 300 mikron × 7-8 mikron. Bentuknya halus seperti benang dan
berwarna putih susu. Pada umumnya, microfilaria W.brancrofti bersifat
periodisitas nokturna,artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam aliran darah
tepi pada waktu malam. Pada siang hari microfilaria hanya terdapat di kapiler
alat dalam.
Cacing ini mengalami 5 stadium pertumbuhan untuk menjadi
dewasa. Mula-mula mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk,melepaskan sarungnya di
dalam lambung,kemudian bersarang di otot toraks. Pada stadium I,larva cacing
ini memendek. Dalam waktu kurang dari seminggu,larva ini kemudian berganti
kulit,tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang disebut larva stadium II. Larva
berganti kulit sekali lagi pada hari kesepuluh menjadi larva stadium III.
Kemudian, jika larva ini pindah ke tubuh manusia,larva ini dapat mengalami dua
kali pergantian kulit,tumbuh menjadi larva stadium IV dan menjadi dewasa atau
stadium V. Umur cacing dewasa mencapai 5-10 tahun.
- Brugia malayi
Menurut Tomio Yamaguchi, Brugia malayi adalah jenis cacing
filariae yang dapat ditemukan dari Asia Tenggara sampai Pasifik Barat Daya.
Juga pernah ditemukan di Korea Selatan. Cacing dewasa B.malayi lebih kecil
daripada W.brancofti. Yang jantan panjangnya 22 – 23 mm dan lebarnya 0,88
mikron,dan yang betina mempunyai panjang 55×0,16 mm. Berbeda dengan W.bancrofti
yang ekornya tak memiliki nuklei(titik inti) di ekornya,sementara B.malayi
memiliki nuklei di ekornya.
Daur hidup dari B.malayi hampir sama dengan
W.bancrofti,kecuali di daerah tertentu,di mana vektornya berbeda dari
W.bancrofti. Yang termasuk vektor B.malayi adalah Mansonnia,Anopheles,dan
Aedes.[11]
- Brugia timori
Menurut Markell,Voge dan John, mikrofilaria dari jenis ini
pertama kali ditemukan pada tahun 1964 di kepulauan Timor. Kemudian,penyakit
ini menyebar ke pulau-pulau di Dangkalan Sunda.
Mikrofilaria B.timori dapat dengan jelas dibedakan dari
mikrofilaria B.malayi. Mikrofilaria dari B.timori lebih panjang dari
B.malayi,dengan rata-rata 310 mikron. Jarak cephalic (bagian dari mikrofilaria
anterior ke nuclei tubuh) mempunyai perbandingan panjang dan lebar 2:1 di
B.malayi,sedangkan di B.timori 3:1. Sarung B.malayi mengandung Giemsa stain,
sedangkan hal itu tidak ditemui pada B.timori[12].
Cacing dari genus
Mansonella
Filaria ini adalah satu-satunya filaria yang ditemukan di
benua Amerika. Mansonella ozzardi tidak memiliki nuklei di ujung ekornya
sementara Mansonella streptocerca memilki nuklei yang memanjang sampai ke ujung ekor. Mikrofilaria
dari jenis ini dapat ditemukan dengan biopsi kulit.[13]
- Loa loa
Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Penyakitnya
disebut loiasis atau Calabar Swelling. Loiasis terutama terdapat di daerah
Afrika Barat,Afrika tengah dan Sudan. Parasit ini juga terdapat pada daerah
khatulistiwa yang mempunyai hutan hujan.
Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan,yang betina
berukuran 50-70 mm × 0,35-0,43 mm. Cacing betina mengeluakan mikrofilarianya
yang beredar dalam darah pada siang hari (diurnal). Pada malam
hari,mikrofilaria berada dalam pembulah darah paru-paru. Mikrofilaria mempunyai
sarung berukuran 250 – 300 mikron × 6-8,5 mikron. Dapat ditemukan dalam
urin,dahak dan kadang-kadang dapat ditemukan pada cairan sumsum tulang
belakang. Cacing dewasa dapat tumbuh 1 samapi 4 tahun kemudian berkopulasi dan
caing betina mengeluarkan mikrofilaria[14].
Gejala-gejala yang
Ditimbulkan
Berdasarka penelitian yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, gejala penyakit kaki gajah (filariasis) yang
biasanya muncul adalah demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening tanpa luka di daerah lipatan paha, ketiak,
dan tampak kemerahan. Kelenjar getah bening dapat pecah dan mengeluarkan nanah
serta darah. Sasaran penyakit ini juga dapat terjadi pada pembebasaran tungkai,
lengan, buah dada, kantong buah zakar.[15]
Gejala penyakit ini cukup sulit untuk dideteksi karena
perjalanan penyakit yang tidak jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya.
Tetapi, Liliana Kurniawan,seorang peneliti penyakit menular dari Departemen
Kesehatan RI, menjelaskan gejala penyakit kaki gajah dapat dibagi menjadi empat
fase apabila diurut dari masa inkubasi.[16] Masa inkubasi tersebut yaitu:
Masa prepaten
Masa prepaten, masa antara masuknya larva infektif sampai
terjadinya mikrofilaremia berkisar antara 3-7 bulan. Pada masa ini
gejala-gejala klinis yang ditimbulkan belum terdeteksi.
Masa inkubasi
Masa inkubasi, masa antara masuknya larva infektif sampai
terjadinya gejala klinis berkisar antara 8-16 bulan.
Gejala klinik akut
Gejala klinik akut merupakan limfadenitis dan limfangitis
(peradangan kelenjar getah bening) disertai panas dan malaise. Kelanjar yang
terkena biasanya unilateral.
- Filariasis brancofti
Pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering terkena disusul
funikulitis, epididimitis, dan orchitis. Umumnya sembuh dalam 3-15 hari dan
serangan terjadi beberapa kali dalam setahun.
- Filariasis brugia
Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri dan sering terjadi
limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Serangan dapat terjadi 1-2 kali per
tahun sampai beberapa kali per bulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi
abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3
minggu-3 bulan.
Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut
pertama. Gejala yang ditimbulkan biasanya elephantiasis (penebalan kulit dan
jaringan-jaringan di bawahnya). Elephantiasis biasanya menyerang bagian bawah
tubuh, namun hal ini juga tergantung pada species filaria. W. bancrofti dapat
menyerang kaki, tangan, vulva, dada, sedangkan Brugia timori jarang menyerang
bagian kelamin. Infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae
lewat kornea adalah salah satu penyebab kebutaan (Onchocerciasis). Gejala
menahun ini dapat menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas
penderita serta membebani keluarganya.
Menurut Rita Marleta, seorang peneliti penyakit menular dari
Badan Litbang Kesehatan, seseorang dinyatakan menderita kaki gajah jika dalam
darah ditemukan mikrofilaria. Mengingat gejala yang ditimbulkan cukup sulit
dideteksi dan mikrofilaria kaki gajah terdapat dalam darah, maka deteksi
penyakit ini harus dilakukan di laboratorium melalui pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah dilakukan pada malam hari sebab sifat filariasis pergerakan
dalam tubuh hanya pada malam hari.[17]
Berdasarkan dari teori-teori beberapa pakar, gejala yang
ditimbulkan oleh filariasis bertahap dan menahun. Gejala yang ditimbulkan
disesuaikan dengan masa inkubasi mikrofilaria. Untuk mengetahui seseorang
menderita penyakit filiriasis atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan darah.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan terdapat mikrofilaria di dalam darah maka
penderita dapat dipastikan menderita penyakit kaki gajah.
Referensi :
[1] Liliana Kurniawan, “Filariasis-Aspek Klinis, Diagnosis,
Pengobatan, dan Pemberantasan,” Cermin Dunia Kedokeran Nomor 96, 1994, halaman
5.
[2] Hoedojo, “Vectors of Malaria and Filariasis in
Indonesia,” Bulletin of Health Studies Volume 17 No. 2, 1989, halaman 181.
[3] Tanpa nama, “Filariasis,” www.wikipedia.com, Kamis, 6
November 2008.
[4] Departemen Kesehatan RI, Petunjuk Pelaksanaan
Pemberantasan Penyakit Kaki Gajah di Indonesia, 1992.
[5] loc.cit., Kurniawan, halaman 6.
[6] Ibid., halaman 295
[7] Zulhasril dkk., Parasitologi Kedokteran, Jakarta:Balai
Penerbit FKUI,2006,halaman 45.
6Ibid.,halaman 35.
[8] Ibid.,halaman 35.
[9] Edward K.Markell,Marietta Voge dan David T. John,
Medical Parasitology, Meksiko: W.B Saunders,1996,halaman 310.
1 Zulhasril dkk., Parasitologi Kedokteran, Jakarta:Balai
Penerbit FKUI,2006,halaman 231.
[11] Tomio Yamaguchi, Atlas berwarna parasitologi
klinik,Jakarta: EGC,1992,halaman 190
[12] Edward K.Markell,Marietta Voge dan David T. John,
Medical Parasitology, Meksiko: W.B Saunders,1996,halaman 308
[13] Ibid., halaman 313
[14] Zulhasril dkk., Parasitologi Kedokteran, Jakarta:Balai
Penerbit FKUI,2006,halaman 45.
[15] Departemen Kesehatan RI, Petunjuk Pelaksanaan
Pemberantasan Kaki Gajah di Puskesmas, 1988.
[16] Loc.cit., Kurniawan, halaman 6.
[17] Rita Marleta D., Produksi Mikrofilaria Brugia Malayi
dalam Ruang Peritoneum Meriones unguiculatus,” Cermin Dunia Kedokteran Nomor
96, 1994.
0 Response to "Pengertian Filariasis dan Agen Penyebarannya"
Posting Komentar