Kampuskesehatan.com - Imunodefisiensi; Penyakit dan Kelainan
pada Sistem Imun Tubuh - Materi ini adalah kelanjutan dari materi sebelumnya,
yaitu: Autoimun; Penyakit dan Kelainan pada Sistem Imun Tubuh. Silakan simak
materi selengkapnya di bawah ini.
Imunodefisiensi atau imunokompromais
adalah fungsi sistem imun yang menurun atau tidak berfungsi dengan baik. Fungsi
masing-masing komponen sistem imun humoral maupun selular atau keduanya dapat
terganggu baik oleh sebab congenital maupun sebab yang didapat. Keadaan
imunodefisiensi dapat terjadi disebabkan oleh berbagai hal, antara lain akibat
infeksi (AIDS, virus mononucleosis, rubella, dan campak), penggunaan obat
(steroid, penyinaran, kemoterapi, imunosupresi, serum anti-limfosit), neoplasma
dan penyakit hematologik (limfoma/hodkin, leukemia, mieloma, neutropenia,
anemia aplastik, anemia sel sabit), penyakit metabolik (enteropati dengan
kehilangan protein, sindrom nefrotik, diabetes mellitus, malnutrisi), trauma
dan tindakan bedah (luka bakar, spienektomi, anestesi), lupus eritematosus
sistemik, dan hepatitis kronis.
Berbagai mikroorganisme (kuman,
virus, parasit, jamur) yang ada di lingkungan maupun yang sudah ada dalam tubuh
penderita, yang dalam keadaan normal tidak patogenik atau memiliki
patogenisitas rendah, dalam keadaan imunodefisiensi dapat menjadi invasif dan
menimbulkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, penderita yang imunodefisiensi
mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap infeksi yang berasal dari tubuh
sendiri maupun secara nasokomial dibanding dengan yang tidak imunodefisiensi.
Secara garis besar imunodefisiensi
dibagi dalam dua golongan yaitu imunodefisiensi congenital (Primer) dan
imunodefisiensi sekunder (acquired immune deficiencies).
1. Imunodefisiensi Kongenital
Imunodefisiensi kongenital atau
imunodefisiensi primer pada umumnya disebabkan oleh kelainan respon imun bawaan
yang dapat berupa kelainan dari sistem fagosit dan komplemen atau kelainan
dalam deferensiasi fungsi limfosit. Penyakit dimana terjadi kelainan pada
fungsi pembunuh dari sel darah putih:
a. Penyakit granumaltosa kronis
Penyakit granulomatosa kronis
kebanyakan menyerang anak laki-laki dan terjadi akibat kelainan pada sel-sel
darah putih yang menyebabkan terganggunya kemampuan mereka untuk membunuh
bakteri dan jamur tertentu. Penyebabnya, sel darah putih tidak menghasilkan hidrogen
peroksida, superoksida dan zat kimia lainnya yang membantu melawan infeksi.
Gejala biasanya muncul pada masa
kanak-kanak awal, tetapi bisa juga baru timbul pada usia belasan tahun. Infeksi
kronis terjadi pada kulit, paru-paru, kelenjar getah bening, mulut, hidung dan
usus. Di sekitar anus, di dalam tulang dan otak bisa terjadi abses. Kelenjar
getah bening cenderung membesar dan mengering. Hati dan limpa membesar.
Pertumbuhan anak menjadi lambat.
Pengobatannya dengan memberikan
antibiotik bisa membantu mencegah terjadinya infeksi. Suntikan gamma interferon
setiap minggu bisa menurunkan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus,
pencangkokan sumsum tulang berhasi menyembuhkan penyakit ini. Penyakit dimana
terdapat kadar antibodi yang rendah.
b. X-linked agammaglobulinemia
Agammaglobulinemia X-linked
(agammaglobulinemia Bruton) hanya menyerang anak laki-laki dan merupakan akibat
dari penurunan jumlah atau tidak adanya limfosit B serta sangat rendahnya kadar
antibodi karena terdapat kelainan pada kromosom X.
Bayi akan menderita infeksi
paru-paru, sinus dan tulang, biasanya karena bakteri (misalnya Hemophilus dan
Streptococcus) dan bisa terjadi infeksi virus yang tidak biasa di otak. Tetapi
infeksi biasanya baru terjadi setelah usia 6 bulan karena sebelumnya bayi
memiliki antibodi perlindungan di dalam darahnya yang berasal dari ibunya.
Jika tidak mendapatkan vaksinasi
polio, anak-anak bisa menderita polio. Mereka juga bisa menderita artritis.
Suntikan atau infus immunoglobulin diberikan selama hidup penderita agar
penderita memiliki antibodi sehingga bisa membantu mencegah infeksi. Jika
terjadi infeksi bakteri diberikan antibiotik.
Anak laki-laki penderita
agammaglobulinemia X-linked banyak yang menderita infeksi sinus dan paru-paru
menahun dan cenderung menderita kanker.
c. Kekurangan antibodi selektif,
misalnya kekurangan IgA
Pada penyakit ini, kadar antibodi
total adalah normal, tetapi terdapat kekurangan antibodi jenis tertentu. Yang
paling sering terjadi adalah kekurangan IgA. Kadang kekurangan IgA sifatnya
diturunkan, tetapi penyakit ini lebih sering terjadi tanpa penyebab yang jelas.
Penyakit ini juga bisa timbul akibat pemakaian fenitoin (obat anti kejang).
Sebagian besar penderita kekurangan
IgA tidak mengalami gangguan atau hanya mengalami gangguan ringan, tetapi
penderita lainnya bisa mengalami infeksi pernafasan menahun dan alergi. Jika
diberikan transfusi darah,
plasma atau immunoglobulin yang
mengandung IgA, beberapa penderita menghasilkan antibodi anti-IgA, yang bisa
menyebabkan reaksi alergi yang hebat ketika mereka menerima plasma atau
immunoglobulin berikutnya. Biasanya tidak ada pengobatan untuk kekurangan IgA.
Antibiotik diberikan pada mereka yang mengalami infeksi berulang.
d. Common variable immunodeficiency
Immunodefisiensi yang berubah-ubah
terjadi pada pria dan wanita pada usia berapapun, tetapi biasanya baru muncul
pada usia 10-20 tahun. Penyakit ini terjadi akibat sangat rendahnya kadar
antibodi meskipun jumlah limfosit-B nya normal. Pada beberapa penderita
limfosit T berfungsi secara normal, sedangkan pada penderita lainnya tidak.
Sering terjadi penyakit autoimun, seperti penyakit Addison, tiroiditis dan
arhtritis reumathoid. Biasanya terjadi diare dan makanan pada saluran pencernaan
tidak diserap dengan baik. Suntikan atau infus immunoglobulin diberikan selama
hidup penderita. Jika terjadi infeksi diberikan antibiotik.
Kelainan pada limfosit T .
e. DiGeorge syndrome
Di George syndrome terjadi akibat
adanya kelainan pada perkembangan janin. Keadaan ini tidak diturunkan dan bisa
menyerang anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak-anak tidak memiliki
kelenjar thymus, yang merupakan kelenjar yang penting untuk perkembangan
limfosit T yang normal. Tanpa limfosit T, penderita tidak dapat melawan infeksi
dengan baik. Setelah lahir, akan terjadi infeksi berulang. Beratnya gangguan
kekebalan sangat bervariasi. Kadang kelainannya bersifat parsial dan fungsi
limfosit T akan membaik dengan sendirinya.
Anak-anak memiliki kelainan jantung
dan gambaran wajah yang tidak biasa (telinganya lebih rendah, tulang rahangnya
kecil dan menonjol serta jarak antara kedua matanya lebih lebar). Penderita
juga tidak memiliki kelenjar paratiroid, sehingga kadar kalium darahnya rendah
dan segera setelah lahir seringkali mengalami kejang.
Jika keadaannya sangat berat,
dilakukan pencangkokan sumsum tulang. Bisa juga dilakukan pencangkokan kelenjar
thymus dari janin atau bayi baru lahir (janin yang mengalami keguguran). Kadang
kelainan jantungnya lebih berat daripada kelainan kekebalan sehingga perlu
dilakukan pembedahan jantung untuk mencegah gagal jantung yang berat dan
kematian, juga dilakukan tindakan untuk mengatasi rendahnya kadar kalsium dalam
darah.
f. Kandidiasis mukokutaneus kronis
Kandidiasi mukokutaneus kronis
terjadi akibat buruknya fungsi sel darah putih, yang menyebabkan terjadinya
infeksi jamur Candida yang menetap pada bayi atau dewasa muda. Jamur ini bisa
menyebabkan infeksi mulut (thrush), infeksi pada kulit kepala, kulit, dan kuku.
Penyakit ini agak lebih sering
ditemukan pada anak perempuan dan beratnya bervariasi. Beberapa penderita
mengalami hepatitis dan penyakit paru-paru menahun. Penderita lainnya memiliki
kelainan endokrin (seperti hipoparatiroidisme). Infeksi internal oleh Candida
jarang terjadi.
Biasanya infeksi bisa diobati dengan
obat anti-jamur nistatin atau klotrimazol. Infeksi yang lebih berat memerlukan
obat anti-jamur yang lebih kuat (misalnya ketokonazol per-oral atau amfoterisin
B intravena). Kadang dilakukan pencangkokan sumsum tulang. Kelainan pada
limfosit T dan limfosit B
g. Wiskoott-aladrich syndrome
Sindrom Wiskott-Aldrich hanya
menyerang anak laki-laki dan menyebabkan eksim, penurunan jumlah trombosit
serta kekurangan limfosit T dan limfosit B yang menyebabkan terjadinya infeksi
berulang. Akibat rendahnya jumlah trombosit, maka gejala pertamanya bisa berupa
kelainan perdarahan (misalnya diare berdarah). Kekurangan limfosit T dan
limfosit B menyebabkan anak rentan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur.
Sering terjadi infeksi saluran pernafasan.
Anak yang bertahan sampai usia 10
tahun, kemungkinan akan menderita kanker (misalnya limfoma dan leukemia).
Pengangkatan limpa seringkali bisa mengatasi masalah perdarahan, karena
penderita memiliki jumlah trombosit yang sedikit dan trombosit dihancurkan di
dalam limpa. Antibiotik dan infus imunoglobulin bisa membantu penderita, tetapi
pengobatan terbaik adalah dengan pencangkokan sumsum tulang.
h. Ataksia talangiektasia
Ataksia-telangiektasia adalah suatu
penyakit keturunan yang menyerang sistem kekebalan dan sistem saraf. Kelainan
pada serebelum (bagian otak yang mengendalikan koordinasi) menyebabkan
pergerakan yang tidak terkoordinasi (ataksia). Kelainan pergerakan biasanya
timbul ketika anak sudah mulai berjalan, tetapi bisa juga baru muncul pada usia
4 tahun. Anak tidak dapat berbicara dengan jelas, otot-ototnya lemah dan kadang
terjadi keterbelakangan mental.
Telangiektasi adalah suatu keadaan
dimana terjadi pelebaran kapiler (pembuluh darah yang sangat kecil) di kulit
dan mata. Telangiektasi terjadi pada usia 1-6 tahun, biasanya paling jelas
terlihat di mata, telinga, bagian pinggir hidung dan lengan. Sering terjadi
pneumonia, infeksi bronkus dan infeksi sinus yang bisa menyebakan kelainan paru-paru
menahun. Kelainan pada sistem endokrin bisa menyebabkan ukuran buah zakar yang
kecil, kemandulan dan diabetes.
Banyak anak-anak yang menderita
kanker, terutama leukemia, kanker otak dan kanker lambung. Antibiotik dan
suntikan atau infus immunoglobulin bisa membantu mencegah infeksi tetapi tidak
dapat mengatasi kelaianan saraf. Ataksia-telangiektasia biasanya berkembang
menjadi kelemahan otot yang semakin memburuk, kelumpuhan, demensia, dan
kematian.
2. Imunodefisiensi Sekunder (Acquired
immune deficiency)
Imunodefisiensi sekunder ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain infeksi virus yang dapat merusak
sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obatobat sitotoksik dan kortikosteroid,
serta akibat penyakit kanker seperti penyakit Hodgkin, leukemia, mieloma,
limfositik kronik, dan lain-lain.
Contoh imunodefisiensi sekunder:
a. Penyakit Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS)
DS disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Diketahui terdapat dua jenis virus HIV, yaitu HIV
1 dan HIV 2. Kelainan sistem imun penderita AIDS ditandai dengan penurunan
jumlah dan fungsi sel limfosit T-penolong (Th), peningkatan jumlah sel limfoid
yang prematur dan peningkatan aktifitas sel T-penekan (Ts). Selain itu juga
dijumpai adanya gangguan fagosit, dimana sel monosit dan makrofag tidak bisa
berfungsi dengan baik. Seseorang yang terjangkit HIV dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama 8 tahun atau lebih selama infeksi
sebagian besar terbatas pada makrofag. Ketika virus mulai menyerang sel T
helper, kondisi akan memburuk biasanya selama 2 sampai 5 tahun jika tidak
diobati. Individu didiagnosis mengidap AIDS bila jumlah sel T menurun kurang
dari 200 sel/μL, atau ketika terjadi infeksi oportunitis, kanker, atau demensia
AIDS.
Gejala mirip flu, termasuk demam
ringan, nyeri badan, menggigil, dapat muncul beberapa minggu sampai beberapa
bulan setelah infeksi. Gejala menghilang setelah respons imun awal menurunkan
jumlah partikel virus, walaupun virus tetap dapat bertahan pada sel-sel lain
yang terinfeksi.
Selama periode laten, orang yang
terinfeksi HIV mungkin tidak memperlihatkan gejala, atau pada sebagian kasus
mengalami limfadenofati (pembengkakan kelenjar getah bening) persisten. Antara
2-10 tahun setelah infeksi HIV, sebagian besar pasien mulai mengalami berbagai
infeksi oportunistik, bila tidak ditangani.
Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan
munculnya AIDS dan berupa infeksi ragi pada vagina atau mulut, dan berbagai
infeksi virus misalnya varisela zoster (cacar air dan cacar ular),
sitomegalovirus, atau herpes simpleks persisten. Wanita dapat menderita ragi
kronik atau penyakit radang panggul.
Setelah terbentuk AIDS, sering
terjadi infeksi saluran napas, oleh organisme oportunistik Pneumocystis
carinii. Dapat timbul tuberkulosis yang resisten bermcam-macam obat karena
pasien AIDS tidak mampu melakukan respons imun yang efektif untuk melawan
bakteri, walaupun dibantu antibiotik. Pasien AIDS yang mengalami tuberkulosis
biasanya mengalami perjalanan penyakit yang cepat memburuk yang menyebabkan
kematian dalam beberapa bulan. Penyakit biasanya cepat menyebar ke luar paru
termasuk otak dan tulang.
Gejala pada sususnan saraf pusat
adalah sakit kepala, defek motorik, kejang, perubahan kepribadian, dan
demensia. Pasien dapat menjadi buta dan akhirnya koma. Banyak dari gejala
tersebut timbul karena infeksi bakteri dan virus oportunistik pada SSP, yang
menyebabkan peradangan otak. HIV juga dapat secara langsung merusak sel-sel
otak.
Diare dan berkurangnya lemak tubuh
sering terjadi pada pasien AIDS. Diare terjadi akibat infeksi pada protozoa.
Infeksi jamur (thrush) di mulut dan esophagus menyebabkan nyeri hebat sewaktu
menelan dan mengunyah, dan ikut berperan menyebabkan berkurangnya lemak dan
gangguan pertumbuhan.
Berbagai kanker muncul pada pasien
AIDS akibat tidak adanya respons imun selular terhadap sel-sel neoplastik.
Kanker yang sebenarnya jarang dijumpai, sarcoma kaposi sering terjadi pada
pasien AIDS. Sarkoma kaposi adalah kanker sistem vaskular yang ditandai oleh
lesi kulit berwarna merah Sebagian besar individu pengidap sarkoma kaposi
terinfeksi melalui hubungan homoseks. Hasil riset terkini menunjukan bahwa
ko-infeksi disertai virus herpes yang unik, human herpesvirus 8, memicu
munculnya sarkoma kaposi.
Menurut WHO ada beberapa gejala dan
tanda mayor, minor, dan tanda lainnya antara lain:
1) Tanda mayor
a) Kehilangan berat badan (BB)>
10%
b) Diarekronik >1 bulan
c) Demam >1 bulan
2) Tanda minor
a) Batuk menetap >1 bulan
b) Dermatitis pruritis (gatal)
c) Herpes zoster berulang
d) Kandidiasis orofaring
e) Herpes simpleks yang meluas dan
berat
f) Limfadenopati yang meluas
3) Tanda lainnya
a. Sarkoma Kaposi yang meluas
b. Meningitis kriptokokoal
Penularan HIV
HIV ditularkan dari orang ke orang
lain melalui pertukaran cairan tubuh (darah, semen, cairan vagina, air susu
bagi ibu yang positif terjangkit). Urin dan isi saluran cerna tidak dianggap
sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak mengandung darah. Air
mata, air liur dan keringat mungkin mengandung virus, tetapi jumlahnya
diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi.
Selain melalui cairan tubuh, HIV
ditularkan melalui : (1). Ibu hamil/menyususi (ASI); (2). Jarum suntik; (3).
Transfusi darah; dan (4). Hubungan seksual.
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS
- Pengobatan suportif
- Diet sehat dan gaya hidup bebas stress, pendidikan untuk menghindari konsumsi alcohol, merokok, obat-obatan terlarang.
- Terapi retrovirus sangat aktif (highly active retroviral therapy, HAART) meliputi pemberian obat antivirus (azidothymidine/AZT) untuk anti kanker, dideoxynosine (DDI) pengurang toksik).
Pencegahan penyakit AIDS meliputi:
- Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS atau tersangka penderita AIDS.
- Mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang mempunyai banyak pasangan.
- Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika obat suntik.
- Melarang orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok beresiko tinggi untuk melakukan donor darah.
- Memberikan transfusi darah hanya untuk pasien yang benar-benar memerlukan.
- Memastikan sterilitas alat suntik.
sumber : www.pintarbiologi.com
0 Response to "Penyakit Imunodefisiensi Primer dan Sekunder; Perbedaan, Penyebab dan Contohnya"
Posting Komentar